Lelaki Misterius
“Dreett.. Dreett.. Kring.. Kring…”
Dering alarm berbunyi dengan kerasnya. Waktu menunjukkan pukul 06.00. Rita meraba-raba kasurnya yang berbentuk kubus dengan ukuran yang tidak terlalu luas. Dirabanya dari kanan hingga kiri, untuk mematikan jam alarm yang memekakan telinga setiap orang yang mendengarnya. Matanya yang sayu berkedip, tangannya mengepal dan mengusap-usap kedua mata mungil itu, untuk menghilangkan kunang-kunang yang hinggap di matanya. Wajar saja sebab ia baru bangun dari tidurnya, setiap orang pasti merasakan hal yang sama saat bangun dari tidurnya.
“Ya ampun.. kenapa sih jam alarm ini berbunyi di saat yang tidak tepat.” Gumam Rita pada jam alarm itu.
“Rita.. bangun cepat. Setelah itu mandi!” Pinta ibu Rita.
“Iya Bu.. hmm padahal baru saja mimpi indah. Ada seorang pangeran tampan, tinggi, dan baik yang datang menjemputku, tapi jam alarm ini mengacaukan semua mimpi indah itu.” Rita kembali mengingat semua mimpi indahnya, dan makian dari mulutnya pada jam alarm itu jua menggema.
“Sudah jangan pedulikan mimpimu. Itu hanya bunga tidur. Jangan kau anggap serius.. dan jangan memaki jam alarm itu, dia tidak bersalah, dia hanya benda mati.” Seru ibu kembali.
“Ahh.. Ibu.. kenapa Ibu membela jam ini?” Ucap Rita sambil memukul jam alarm yang digenggamnya.
Rita beranjak dari kasurnya, dengan muka lesu dan sedikit mengantuk. Langkah kakinya terseok-seok hampir sama seperti orang minum alkohol. Ia menuju kamar kecil atau biasa menyebutnya sebagai Warung Ceria dan orang lain biasa menyebutnya WC. Sama seperti yang ibu pinta tadi. Waktu terus berjalan sebagaimana semestinya dan masalah jam alarm pun mulai pudar. Seiring itu Rita yang tadinya matanya berkunang-kunang dan jalannya terseok-seok sekarang sudah rapi. Hanya tinggal berangkat sekolah saja. Rita memang masih duduk di bangku sekolah, lebih tepatnya lagi di SMP. Ia mengenyam pendidikan di SMP N 1 SAYUNG.
“Bu, Rita pergi sekolah dulu,”
“Ada yang tertinggal tidak?”
“Tidak Bu,”
“Hati-hati.. jangan lari!!”
Di tengah perjalanan Rita berpapasan dengan Jelita, salah seorang teman sekaligus sahabatnya. Mereka menyapa satu sama lain. Rita dan Jelita ke sekolah beriringan, dengan asyiknya kedua sahabat itu berbincang-bincang. Hingga tanpa disadari mereka telah sampai di pintu gerbang sekolah. Mereka melangkahkan kakinya meninggalkan jejak demi jejak perjalanannya. Tatapan Rita menyebar ke seluruh bagian sekolah, hingga pada saatnya tatapan itu terhenti pada seorang lelaki berperawakan tinggi, berkulit sawo matang, dan rambutnya yang dipangkas mohak yang berada di depan ruang BK. Sorotan mata Rita terlihat sangat penasaran, karena ia tidak pernah melihat lelaki itu sebelumnya. Maklum saja kalau Rita tidak mengenalnya.
“Tunggu.. dia siapa ya? baru kali ini aku melihatnya?” tanya Rita heran.
“Entahlah, aku juga belum pernah melihatnya.” Respon Jelita. Rita dan Jelita menuju ke kantin, sambil menunggu semua teman mereka. Walau sudah di kantin, sorotan mata Rita tak lekang dari lelaki yang berada di depan ruang BK. Lelaki yang tak dikenal namanya itu menyadari bahwa sedari tadi ada gadis yang terus menatapnya, tapi tak begitu dihiraukannya, karena ia tahu itu hal yang maklum. Ada seribu satu pertanyaan di benak Rita tentang lelaki misterius itu.
“TETT.. TET.. TET..”
“Udah bel tuh, masuk yuk girls!” ajak Jelita ke semua temannya yang sedari tadi ditunggunya.
“Oke…”
Lagi dan lagi pandangan mata Rita tak lepas dari lelaki misterius yang dilihatnya. Hingga akhirnya dua sejoli (Rita dan Jelita) masuk ke dalam kelas mereka. Rita bengong di bangkunya, pikirannya masih tertuju di lelaki misterius itu. Terbesit ide di benaknya. Kenapa ia harus terbebani oleh masalah seperti ini. Dia mencoba membawa pikirannya slow. Di sisi lain terlihat sesosok gadis, maksudnya bukan gadis lagi melainkan wanita.
Seorang wanita berbadan langsing mengenakan baju batik mega mendung, dengan celana hitam panjang. Masuk ke dalam jelas dua sejoli. Yups.. itu adalah Dwi, lebih tepatnya lagi Bu Dwi biasa mereka memanggilnya. Di belakang Bu Dwi terlihat sesosok bayangan, tapi tampaknya itu bukan bayangannya melainkan seorang anak laki-laki yang sedari tadi nembuntuti beliau. Saat Bu Dwi telah sampai di depan kelas VIII F, raut wajahnya terlihat gembira. Berbeda 180° dengan raut wajah Rita yang sangat penasaran dengan laki-laki itu.
“Silahkan masuk!” kata Bu Dwi.
“Hai…” Sapa laki-laki itu, dengan lambaian tangannya.
“Loh, dia kan.. laki-laki yang ku lihat di depan ruang BK. Mau apa dia ke mari?” Batin Rita dalam hati.
“Anak-anak dia murid baru di sekolah kita.”
“Oh.. jadi dia murid baru, pantas saja aku tak pernah melihatnya.” Batin Rita kembali. Penjelasan Bu Dwi membuatnya merasa lega.
“Perkenalkan namamu!”
Murid baru yang tak lain laki-laki yang pernah dilihat Rita tampak canggung menyebutkan namanya. Tangannya terlihat sedikit gemetar. “Hai.. perkenalkan aku Athor.. aku baru pindah dari Bandung. Ayahku ada pekerjaan di sini, jadi semua keluargaku juga ikut pindah. Aku harap kalian bisa menjadi temanku.” Jelasnya panjang lebar. Sedari tadi dia menjelaskan, pandangan matanya hanya tertuju pada Rita saja. Tampaknya ia menyadari bahwa gadis yang selalu menatapnya adalah Rita.
“Baik anak-anak semuanya sudah jelas sekarang. Athor kamu duduk di samping Iqbal.”
“Baik Bu.” Athor menuju bangkunya, yang persis ada di belakang bangku Rita. Athor menyapa Rita, dan Rita juga membalas sapaan Athor dengan senyum manis di bibirnya.
“Sekarang sudah jelaskan siapa dia…” kata Jelita dengan menggoda Rita yang tersipu malu.
“Hmm.. apaan sih kamu,”
“Tuhan.. apakah dia pangeran yang kau kirim untukku dalam mimpi itu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar